-->
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Search This Blog

Bookmark

Evolusi Kebijakan POSYANDU

Tim USAID-INTEGRASI di Banten
(Penulis: Anom Surya Putra, Advokat Peradi Pergerakan)

ARKANA~  Kurang lebih 50 (lima puluh tahun) lalu embrio Posyandu terdapat pada kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Kebijakan PKMD 1975 mendahului kesepakatan internasional Primary Health Care (PHC) yang terdapat pada Deklrasi Alma Atta 1978. Puluhan tahun kemudian kebijakan kebijakan PHC dikenal sebagai kebijakan Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP) 2023. 

Kebijakan PKMD 1975 merupakan strategi pembangunan kesehatan yang bertujuan agar masyarakat bisa menolong dirinya sendiri, menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya, dan dilakukan melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan bersama petugas kesehatan. Contoh kegiatan PKMD kali pertama dilakukan di Banjarnegara, Jawa Tengah, dalam bentuk kegiatan perbaikan gizi (Karang Balita), penanggulangan diare (Pos Kesehatan di perdesaan), dan imunisasi dan keluarga berencana. 

Istilah “Pos” selalu melekat pada pelayanan kesehatan perdesaan ini, bukan menggunakan istilah “rumah” yang melekat pada “rumah sakit” atau “klinik” seperti pada klinik kesehatan swasta. Istilah “Pos” menandakan tempat berkumpul masyarakat yang spontan, swadaya, dan gotong royong.

Penamaan awal Posyandu

Satu dasawarsa pasca kebijakan PKMD 1975 terbit kebijakan pemerintah berupa Instruksi Bersama Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri 1984 yang mengintegrasikan berbagai kegiatan masyarakat ke dalam Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Arah kegiatan Posyandu pasca PKMD 1975 adalah mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, melalui berbagai kegiatan seperti KIA, KB, imunisasi, gizi dan penanggulangan diare. 

Pencanangan Posyandu secara massal dilakukan oleh Presiden pada 1986 di Yogyakarta bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional. Jumlah Posyandu pada 1986 sekitar 25.000 Posyandu. Masalah yang selalu dijumpai di Posyandu adalah kelengkapan sarana dan ketrampilan kader.

Posyandu dan Pokjanal

Pada 1990 Posyandu berubah dengan adanya organisasi baru yang dibentuk pemerintah bernama Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu. Organisasi ini menjadi semacam organ pemerintah yang membayangi posisi organisasi Posyandu. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9/1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu mengarahkan tugas Pokjanal Posyandu untuk meningkatkan pengelolaan mutu Posyandu. Posisi Pokjanal Posyandu berada di antara masyarakat (Posyandu) dan pemerintah (pusat dan daerah).

Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi sejak 1997 berpengaruh terhadap kinerja turunnya kinerja Posyandu. Status gizi dan kesehatan masyarakat menurun, terutama masyarakat kelompok rentan, yakni bayi, anak balita dan ibu hamil serta ibu menyusui. 

Pemerintah menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Revitalisasi Posyandu. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu. Secara garis besar tujuan Revitalisasi Posyandu adalah (1) kegiatan Posyandu secara rutin dan berkesinambungan; (2) pemberdayaan tokoh masyarakat dan kader melalui advokasi, orientasi, pelatihan atau penyegaran, dan (3) pemantapan kelembagaan Posyandu. 

Sasaran Revitalisasi Posyandu diutamakan pada Posyandu yang sudah tidak aktif atau yang berstrata rendah (Posyandu Pratama dan Posyandu Madya) dan Posyandu yang berada di daerah yang sebagian besar penduduknya tergolong miskin.

Pasca Krisis Ekonomi

Awal abad XXI revitalisasi Posyandu ditambah dengan kebijakan teknis-kesehatan yakni Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Keaktifan Posyandu merupakan salah satu kriteria untuk mencapai Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

Kebijakan teknis-kesehatan itu ditambahkan lagi dengan kebijakan pemerintahan bidang pelayanan sosial dasar, melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu.

Seluruh kebijakan pemerintah tentang Posyandu mulai awal Orde Baru sampai dengan pasca krisis ekonomi masih mempertahankan arena gerak Posyandu dalam bidang kesehatan saja.

Pasca Keberlakuan UU Desa 

UU No. 6/2014 tentang Desa merupakan tonggak penting bagi kewenangan Desa. Kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan Desa berdasar hak asal usul merupakan dua kewenangan Desa yang utama, selain kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah (pusat dan daerah). Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan Desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa, seperti antara lain Posyandu (Pasal 19 huruf b UU No. 6/2014 tentang Desa beserta Penjelasan).

Posyandu dilembagakan sebagai salah satu bagian dari Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) pasca keberlakuan UU No. 6/2014 tentang Desa. LKD Posyandu merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa sebagai mitra pemerintah Desa, bertugas melakukan pemberdayaan, dan posisinya wajib diberdayakan dan didayagunakan oleh pemerintah (pusat dan daerah) dan lembaga non-pemerintah.

Salah satu kebijakan implementatif dari UU No. 6/2014 tentang Desa adalah Permendagri No. 18/2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa. Posyandu merupakan salah satu jenis LKD itu. Tugas LKD Posyandu adalah membantu Kepala Desa dalam peningkatan kesehatan masyarakat Desa. Arena LKD Posyandu masih pada bidang kesehatan saja.

LKD Posyandu pada 2024 berubah dengan mengemban 6 (enam) bidang pelayanan sosial dasar. Permendagri No. 13/2024 tentang Posyandu mengubah tugas LKD Posyandu selama ini yang identik dengan bidang kesehatan saja. Ketentuan sebelumnya yang mana LKD Posyandu 2018 bertugas “membantu Kepala Desa dalam peningkatan kesehatan masyarakat Desa”, telah dicabut. Tugas LKD (Lembaga Kemasyarakatan Desa) dan juga LKK (Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan) Posyandu berubah menjadi “membantu kepala Desa atau lurah melakukan pemberdayaan masyarakat, ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat di Desa/kelurahan”. 

Tugas LKD/LKK Posyandu itu dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dalam bidang: 1) pendidikan, 2) kesehatan, 3) pekerjaan umum, 4) perumahan rakyat, 5) ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, dan 6) sosial.

Evolusi LKD/LKK Posyandu 2024 yang meluas ke berbagai bidang itu dijustifikasi dengan regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) seperti PP No. 2/2018 tentang SPM juncto Permendagri No. 59/2021 tentang Penerapan SPM. LKD Posyandu berada dalam posisi sebagai praktik kewenangan lokal berskala Desa, LKK Posyandu berada dalam praktik terbatas kelurahan sebagai bagian dari perangkat kecamatan (pemerintah daerah), namun LKD Posyandu dan LKK Posyandu tetap didampingi oleh organ pemerintahan Tim Pembina (TP) Posyandu pusat dan daerah (sebagai pengganti dari Pokjanal Posyandu).*


0

Post a Comment